KARAKTERISTIK
DAN PRINSIP DASAR
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Manajemen Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dr. H. Fatah
Syukur, NC. M.Ag.
Disusun Oleh:
Wirda
Nurfitriana (123311040)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini manajemen sebagai ilmu begitu populer sehingga banyak
kajian yang difokuskan pada manajemen baik berupa pelatihan, seminar, kuliah,
maupun pembukaan program studi. Program studi manajemen meliputi manajemen
ekonomi, manajemen sumber daya manusia, manajemen pendidikan, dan sebagainya.
Awal mulanya, tema manajemen hanya populer dalam dunia perusahaan atau
bisnis. Kemudian, tema ini digunakan dalam profesi lainnya, termasuk oleh
pendidikan, baik itu pendidikan umum maupun pendidikan Islam (keagamaan).
Optimisme dalam mengembangkan Sekolah/Madrasah Model sebagai bentuk upaya
meningkatkan mutu pendidikan, selain implementasi melalui peningkatan fasilitas
belajar juga dilakukan dengan meningkatkan manajemen. Dengan begitu, manajemen
dijadikan resep dalam mengatasi masalah dan kemudian mengembangkan lembaga
pendidikan, khususnya dalam konteks ini, lembaga pendidikan Islam (madrasah).[1]
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Bagaimana karakteristik manajemen pendidikan Islam?
B.
Bagaimana prinsip dasar manajemen pendidikan Islam?
III.
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik
Manajemen Pendidikan Islam
Manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses penataan/pengelolaan
lembaga pendidikan Islam yang melibatkan sumber daya manusia muslim dan non
manusia dalam menggerakkannya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara
efektif dan efisien.[2]
Pembahasan manajemen pendidikan Islam senantiasa melibatkan wahyu dan
budaya kaum muslimin, ditambah kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum.
Maka pembahasan ini akan mempertimbangkan bahan-bahan sebagai berikut.
1.
Teks-teks wahyu baik Al-Qur’an maupun hadits yang terkait dengan
manajemen pendidikan.
2.
Perkataan-perkataan (aqwal) para sahabat Nabi maupun ulama dan
cendekiawan muslim yang terkait dengan manajemen pendidikan.
3.
Realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam.
4.
Kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam.
5.
Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan.
Teks-teks wahyu sebagai
sandaran teologis; perkataan-perkataan para sahabat Nabi, ulama, dan
cendekiawan muslim sebagai sandaran rasional; realitas perkembangan lembaga
pendidikan Islam serta kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga
pendidikan Islam sebagai sandaran empiris; sedangkan ketentuan kaidah-kaidah
manajemen pendidikan sebagai sandaran teoritis. Jadi, bangunan manajemen
pendidikan Islam ini diletakkan di atas empat sandaran, yaitu sandaran
teologis, rasional, empiris, dan teoritis.
Sandaran teologis
menimbulkan keyakinan adanya kebenaran pesan-pesan wahyu karena berasal dari
Tuhan, sandaran rasional menimbulkan keyakinan kebenaran berdasarkan pertimbangan
akal-pikiran. Sandaran empiris menimbulkan keyakinan adanya kebenaran
berdasarkan data-data riil dan akurat, sedangkan sandaran teoritis menimbulkan
keyakinan adanya kebenaran berdasarkan akal pikiran dan data sekaligus serta
telah dipraktikkan berkali-kali dalam pengelolaan pendidikan.[3]
Selanjutnya, penerapan
manajemen pendidikan Islam dalam pengelolaan lembaga pendidikan juga menghadapi
berbagai kendala/hambatan, baik yang bersifat politis, ekonomik-finansial,
intelektual, maupun dakwah. Hambatan-hambatan tersebut dapat dirinci sebagai
berikut.
1.
Ideologi, Politik, dan Tekanan (Pressure) Kelompok-Kelompok
Kepentingan.
Dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam terutama yang berstatus negeri,
acap kali terjadi pertentangan ideologi antarorganisasi sosial keagamaan
utamanya, misalnya antara Muhammadiyah dan NU, atau antarorganisasi
kemahasiswaan, terutama antara HMI dengan PMII, HMI dengan IMM, atau IMM dengan
PMII. Lantaran pertentangan-pertentangan ini, akhirnya politik kepentingan
memasuki arena lembaga pendidikan dengan memberikan tekanan-tekanan tertentu.
Mantan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama, Yahya Umar,
pernah mencoba mengamati dan menyelami kehidupan kampus UIN, IAIN, maupun STAIN
di seluruh Indonesia. Pengamatan tersebut akhirnya menghasilkan suatu
kesimpulan yang singkat tetapi penuh makna, bahwa di kalangan PTAIN tidak ada civitas
akademika, sebaliknya yang ada justru civitas politika. Kesimpulan
ini tampaknya memang benar karena nuansa politik di kalangan dosen, mahasiswa,
bahkan karyawan sangat dominan, mengalahkan nuansa akademik. Oleh karenanya,
kegiatan di lingkungan kampus lebih mengarah pada gerakan-gerakan politik
daripada pemberdayaan intelektual.[4]
Dengan demikian, menguatnya ideologi dari organisasi menyebabkan
kecenderungan ini memasuki wilayah pendidikan. Alhasil, proses pendidikan yang
semestinya diniatkan untuk membangun sumber daya manusia peserta didik agar
pandai, berakhlak, dan terampil pada akhirnya justru bergeser karena mereka
dibentuk untuk menjadi anak-anak yang militant dan fanatik dalam mengikuti
organisasi sosial keagamaan. Kasus ini telah melenceng jauh dari substansi misi
pendidikan Islam.
Berbagai kasus ideologi, politik, organisasi, dan tekanan-tekanan
kelompok kepentingan tersebut sangat mewarnai lembaga pendidikan Islam negeri
sehingga membuat lembaga pendidikan Islam negeri berbeda dengan lembaga
pendidikan umum. Jika dilihat dari segi problem dan konsekuensinya, dibutuhkan
strategi khusus untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah ini.[5]
2.
Kondisi Sosio-Ekonomik Masyarakat dan Animo-Finansial Lembaga
Masyarakat santri di Indonesia secara sosio-ekonomik rata-rata berada
dalam kategori kelas menengah ke bawah. Ekonomi orangtua siswa lemah. Ini
merupakan kendala serius bagi lembaga pendidikan Islam untuk memacu kemajuan
yang signifikan.
Ekonomi orangtua siswa yang lemah menyebabkan pendapatan keuangan pada
lembaga pendidikan Islam sangat minim, sebab mayoritas kehidupan lembaga
pendidikan Islam swasta hanya mengandalkan keuangan dari SPP, sumbangan uang
gedung, dan iuran lainnya yang kesemuanya berasal dari orangtua siswa atau
mahasiswa. Ketergantungan sumber keuangan yang hanya berasal dari siswa atau
mahasiswa ini tergolong sumber keuangan yang lemah sekali. Sebab, mestinya
sebuah lembaga pendidikan didukung sumber dana yang lebih kuat, misalnya
donator tetap, pengusaha, pengembangan bisnis, dan lain-lain.
3.
Komposisi Status Kelembagaan dan Diskriminasi Kebijakan Pemerintah
Diskriminasi kebijakan pemerintah terhadap lembaga pendidikan Islam
ternyata bukan hanya terjadi pada lembaga pendidikan Islam swasta, tetapi juga
pada lembaga pendidikan Islam negeri. Pada zaman Orde Baru, anggaran untuk
empat belas IAIN di seluruh Indonesia sama dengan anggaran satu IKIP Negeri.
Sekarang, zaman sudah berganti menjadi Orde Reformasi, tetapi saying kebijakan
pemerintah tentang anggaran keseimbangan itu belum juga tereformasi. Anggaran
untuk lembaga pendidikan Islam masih tetap jauh di bawah lembaga pendidikan
umum, meskipun ada sedikit peningkatan. Hal ini berdampak negatif pada seluruh
komponen lembaga pendidikan Islam, baik pada guru/dosen, siswa/mahasiswa,
maupun fasilitas yang dibutuhkan untuk memajukan lembaga pendidikan Islam.
4.
Keadaan Potensi Intelektual Siswa/Mahasiswa
Di samping secara ekonomi siswa/mahasiswa dalam lembaga pendidikan Islam
berada dalam kategori kelas menengah ke bawah, secara intelektual, potensi
mereka juga lemah. Rata-rata siswa/mahasiswa mendaftar di berbagai lembaga
pendidikan Islam karena merasa tidak mungkin diterima di lembaga pendidikan
umum yang maju dan terutama berstatus negeri. Sebagian dari mereka yang telah
gagal masuk di lembaga pendidikan umum negeri kemudian memilih lembaga
pendidikan Islam. Dengan demikian, lembaga pendidikan Islam menjadi tempat
pelarian siswa/mahasiswa yang gagal masuk lembaga pendidikan umum negeri.[6]
5.
Keberadaan Motif Dakwah Pada Pendidirian Lembaga Pendidikan Islam
Keberadaan lembaga pendidikan Islam kebanyakan berangkat dari bawah,
berawal dari inisiatif tokoh-tokoh agama yang kemudian didukung oleh masyarakat
sekitar. Mereka mendirikan lembaga pendidikan tersebut dengan motif dakwah,
upaya sosialisasi, dan penanaman ajaran-ajaran Islam ke tengah-tengah
masyarakat.
Dengan adanya motif dakwah tersebut, timbullah konsekuensi-konsekuensi
yang menjadi akibat. Misalnya, lembaga tersebut didirikan asal-asalan dan tanpa
melalui perencanaan matang untuk memenuhi berbagai komponen pendukungnya.
Layaknya gerakan dakwah yang senantiasa berangkat dari bawah, dengan
menggunakan pendekatan pahala dan konsep lillahi ta’ala sehingga
terkadang mengabaikan kesejahteraan pegawai dan menerima semua pendaftar tanpa
seleksi.[7]
Berdasarkan lima macam
hambatan tersebut, maka karakteristik manajemen pendidikan Islam bersifat
holistik, artinya strategi pengelolaan manajemen pendidikan Islam dilakukan
dengan memadukan sumber-sumber belajar dan mepertimbangkan keterlibatan budaya
manusianya, baik budaya yang bercorak politis, ekonomis, intelektual, maupun
teologis. Secara detail, kaidah-kaidah manajemen pendidikan Islam yang
dirumuskan haruslah:
1.
Dipayungi oleh wahyu (Al-qur’an dan hadits),
2.
Diperkuat oleh pemikiran rasional,
3.
Didasarkan pada data-data empirik,
4.
Dipertimbangkan melalui budaya, dan
5.
Didukung oleh teori-teori yang telah teruji validitasnya.[8]
B.
Prinsip
Dasar Manajemen Pendidikan Islam
Sebelum membahas mengenai prinsip dasar manajemen pendidikan Islam,
terlebih dahulu akan diuraikan mengenai prinsip-prinsip pengelolaan dalam
manajemen.
1.
Prinsip Efisiensi dan Efektivitas,
Efisiensi
dan efektivitas merupakan bagian dari prinsip-prinsip manajemen. Titik tolak
pelaksanaan manajemen dalam organisasi memanfaatkan semua sumber, tenaga, dana,
dan fasilitas yang ada secara efisien. Fungsi-fungsi manajemen dioperasionalisasikan
dengan mempertimbangkan sarana dan prasarana yang seirama dengan keadaan dan
kemapuan organisasi, artinya dengan menghemat biaya dan memperpendek waktu
pelaksaan kegiatan, tetapi hasil yang diperoleh tetap optimal.[9]
2.
Prinsip Pengelolaan,
Manajer
yang baik adalah manajer yang bekerja dengan langkah-langkah manajemen yang
fungsional, yaitu merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengontrol.
Dengan demikian, target yang dituju dengan mudah dapat dicapai dengan baik.
Perencanaan
yang dilakukan berpijak pada visi dan misi yang jelas sehingga program-program
yang dijadwalkan dibuat secara hierarkis atau sistematis dan mendahulukan skala
prioritas sebagaimana mengatur dan menjadwalnya program jangka panjang, jangka
menengah, dan jangka pendek. Program jangka pendek dilaksanakan sekaligus
sebagai awal dari program jangka menengah, sedangkan pelaksanaan program jangka
menengah dilaksanakan sebagai awal menuju program jangka panjang. Dengan
demikian, semua pelaksanaan program terdapat saling memengaruhi dan menunjang
dalam mencapai target.[10]
3.
Prinsip Pengutamaan Tugas Pengelolaan,
Manajer
adalah orang yang bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan organisasi, baik
secara internal maupun eksternal. Internal artinya melaksanakan proses
pengadministrasian semua aktivitas organisasi yang merupakan tugas utama
manajer, sedangkan eksternal adalah pelayanan manajerial terhadap semua
kepentingan public yang berkaitan dengan aktivitas manajemen di luar
kelembagaan.[11]
4.
Prinsip Kepemimpinan yang Efektif
Pemimpin
yang baik adalah pemimpin yang tidak menyalahkan bawahan, melainkan
mengingatkan dan menyarankan, demikian pula bawahan yang baik tidak pernah
menggugat dan gusar kepada atasan, melainkan meluruskan dan menyadarkan
sepanjang masih dalam konteks profesionalitas yang ada di atas aturan yang
disepakati.
5.
Prinsip Kerja Sama
Prinsip
kerja sama didasarkan pada pengorganisasian dalam manajemen. Semua tugas dan
kewajiban manajer tidak diborong oleh satu orang, melainkan dikerjakan menurut
keahlian dan tugasnya masing-masing. Dengan demikian, beban kerjanya tidak
menumpuk di satu tempat, sedangkan ditempat lain tidak ada yang harus
dikerjakan. Pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab seharusnya
dipolarisasi berdasarkan prinsip profesionalitas sehingga kerja sama yang
dibangun tidak berbelit-belit. Kerja sama diantara karyawan berjalan sinergis
dan mempermudah pelaksanaan tugas organisasi.[12]
Kemudian Fayol
mengemukakan sejumlah prinsip dasar manajemen, yatitu: pembagian kerja,
kejelasan wewenang dan tanggung jawab, disiplin, kesatuan komando, kesatuan
arah, lebih memprioritaskan kepentingan umum/organisasi daripada kepentingan
pribadi, pemberian kontra persepsi, sentralisasi, rantai skalar, tertib, pemerataan,
stabilitas dalam menjabat, inisiatif, dan semangat kelompok.[13]
Douglas merumuskan prinsip-prinsip manajemen
pendidikan sebagai berikut:
1.
Memprioritaskan tujuan di atas kepentingan pribadi dan kepentingan
mekanisme kerja.
2.
Mengkoordinasi wewenang dan tanggung jawab.
3.
Memberikan tanggung jawab pada personil sekolah hendaknya sesuai dengan
sifat-sifat dan kemampuannya.
4.
Mengenal secara baik faktor-faktor psikologis manusia.
5.
Relativitas nilai-nilai.[14]
Selanjutnya, contoh-contoh
ayat Al-Qur’an, hadits Nabi, maupun perkataan sahabat Nabi yang dapat dipandang
sebagai prinsip-prinsip dasar manajemen pendidikan Islam.
1.
Surah al-Hasyr: 18
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini memberi pesan
kepada orang-orang yang beriman untuk memikirkan masa depan. Dalam bahasa
manajemen, pemikiran masa depan yang dituangkan dalam konsep yang jelas dan
sistematis ini disebut perencanaan (planning). Perencanaan ini menjadi
sangat penting karena berfungsi sebagai pengarah bagi kegiatan, target-target,
dan hasil-hasilnya di masa depan sehingga apapun kegiatan yang dilakukan dapat
berjalan dengan tertib.
2.
Perkataan (qawl) sayyidina Ali bin Abi Thalib
اَلْحَقُّ بِلَا نِظَامٍ
يَغْلِبُهُ الْبَاطِلُ بِالنِّظَامِ
“Kebenaran
yang tidak terorganisasi dapat dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisasi”
Qawl sayyidina Ali ini menginspirasi pendidikan berorganisasi. Dari sisi wadah,
organisasi memayungi manajemen, yang berarti organisasi lebih luas daripada
manajemen. Akan tetapi, dari sisi fungsi, organisasi (organizing) merupakan
bagian dari fungsi manajemen, yang berarti organisasi lebih sempit daripada
manajemen.
3.
Hadits riwayat al-Bukhari
حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانِ حَدَّ ثَنَا هِلَالُ
بْنُ عَلٍّي عَنْ عَطَاءٍ عَنْ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا
ضُيِّعَتِ الأَ مَا نَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا
رَسُوْلَ اللَّهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَا
نْتَظِرِ السَّاعَةَ
“(Imam
al-Bukhari menyatakan) Muhammad bin Sinan menyampaikan (riwayat) kepada kami,
Qulaih bin Sulaiman telah menyampaikan (riwayat) kepada kami, Hilal bin ‘Ali
telah menyampaikan (riwayat) kepada kami, (riwayat itu) dari Atha’, dari Yasar,
dari Abu Hurairah ra yang berkata: Rasulullah Saw bersabda: Apabila suatu
amanah disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya. (Abu Hurairah)
bertanya: Bagaimana meletakkan amanah itu, ya Rasulullah? Beliau menjawab:
Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka
tunggulah saat kehancurannya.”
Hadits ini
menarik dicermati karena menghubungkan antara amanah dengan keahlian. Kalimat “Apabila
suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat
kehancurannya” merupakan penjelas untuk kalimat pertama: “Apabila amanah
disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya.”
Hadits ini
ternyata memberikan peringatan yang perspektif manajerial karena amanah berarti
menyerahkan suatu perkara kepada seseorang yang profesional.[15]
4.
Hadits riwayat Ibnu Majah
حَدَّثَنَاالْعَبَّاسُ
بْنُ الْوَلِيْدِ الدِّمَشْقِيُّ. حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ سَعِيْدِ بْنِ عَطِيَّةَ
السَّلَمِيُّ. حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ
أَبِيْهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ:
أَعْطُوْا الأَ جِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَ قُهُ
“(Ibnu Majah menyatakan),
al-Abbas bin Walid al-Dimasyqiy telah menyampaikan (riwayat) kepada kami, Wahb
bin Sa’id bin ‘Athiyyah al-Salamiy telah menyampaikan (riwayat) kepada kami,
‘Abd al-Rahman bin Zaid bin Aslam telah menyampaikan (riwayat) kepada kami,
(riwayat itu) dari ayahnya, dari Abdullah bin Umar berkata, Rasulullah
bersabda: Berikanlah gaji/upah pegawai sebelum kering keringatnya.”
Hadits tersebut
berisi pendidikan penghargaan, dan dalam mengelola suatu lembaga, termasuk
lembaga pendidikan Islam, penghargaan ini sangat kondusif untuk mewujudkan
kepuasan pegawai yang selanjutnya mampu membangkitkan tanggung jawab dan
kedisiplinan.
5.
Surah an-Nisa’: 35
÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& bÎ) !#yÌã $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqã ª!$# !$yJåks]øt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JÎ=tã #ZÎ7yz ÇÌÎÈ
“Dan jika kamu
khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari
keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang
hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada
suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Intisari ayat
ini adalah mekanisme manajemen konflik, model pengelolaan konflik menurut ayat
ini ditempuh dengan cara melibatkan pihak ketiga sebagai mediator.
6.
Surah al-Shaff: 2-3
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 cqä9qà)s? $tB w tbqè=yèøÿs? ÇËÈ uã92 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB w cqè=yèøÿs? ÇÌÈ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Ayat ini menyentuh persoalan kesesuaian antara perkataan dengan perbuatan
yang sekarang popular dengan istilah konsisten. Sikap konsisten bagi manajer
adalah suatu keharusan sebab dia adalah pemimpin yang dianut oleh bawahannya.[16]
IV.
ANALISIS
Pendidikan merupakan sebuah upaya untuk mengasah dan mengembangkan segala
potensi yang dimiliki setiap individu agar dapat bermanfaat bagi kehidupan. Di
dalam Islam, pendidikan menempati posisi yang tinggi. Bahkan wahyu pertama yang
diterima Rasulullah saw adalah perintah untuk membaca. Oleh karena itu, agar
lembaga pendidikan Islam mampu mencetak manusia yang insan kamil, diperlukan
suatu pengelolaan yang baik dalam lembaga tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa manajemen sedang dipertaruhkan demi kemajuan
lembaga pendidikan Islam. Dengan pengertian lain, sedang ada upaya untuk
menggalakkan manajemen pendidikan Islam menjadi kesadaran kolektif dalam
memajukan lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti madrasah.
Apalagi lembaga pendidikan Islam sampai saat ini masih belum sepenuhnya
dilirik masyarakat karena masih banyaknya hambatan-hambatan yang dihadapi
lembaga. Tentunya untuk menghadapi hambatan-hambatan yang ada, diperlukan suatu
pengelolaan yang baik dari semua warga sekolah/madrasah. Salah satunya adalah
dengan memahami dan menerapkan semua unsur yang ada dalam manajemen pendidikan
Islam. Penerapan unsur-unsur dalam manajemen pendidikan Islam dapat dilakukan
apabila kita memahami bagaimana karakteristik dan prinsip dasar manajemen
pendidikan Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits.
V.
KESIMPULAN
Pembahasan manajemen pendidikan Islam senantiasa melibatkan wahyu dan
budaya kaum muslimin, ditambah kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum.
Maka pembahasan ini akan mempertimbangkan bahan-bahan sebagai berikut.
1.
Teks-teks wahyu baik Al-Qur’an maupun hadits yang terkait dengan
manajemen pendidikan.
2.
Perkataan-perkataan (aqwal) para sahabat Nabi maupun ulama dan
cendekiawan muslim yang terkait dengan manajemen pendidikan.
3.
Realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam.
4.
Kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam.
5.
Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan.
Karakteristik manajemen
pendidikan Islam bersifat holistik, artinya strategi pengelolaan manajemen
pendidikan Islam dilakukan dengan memadukan sumber-sumber belajar dan mepertimbangkan
keterlibatan budaya manusianya, baik budaya yang bercorak politis, ekonomis,
intelektual, maupun teologis. Secara detail, kaidah-kaidah manajemen pendidikan
Islam yang dirumuskan haruslah:
1.
Dipayungi oleh wahyu (Al-qur’an dan hadits),
2.
Diperkuat oleh pemikiran rasional,
3.
Didasarkan pada data-data empirik,
4.
Dipertimbangkan melalui budaya, dan
5.
Didukung oleh teori-teori yang telah teruji validitasnya.
Berdasarkan contoh-contoh
ayat Al-Qur’an, hadits Nabi, maupun perkataan sahabat Nabi, prinsip-prinsip
dasar manajemen pendidikan Islam, yaitu adanya perencanaan, pengorganisasian,
seorang manajer/pengelola lembaga pendidikan Islam harus amanah dan
professional, pemberian penghargaan kepada pegawai yang berprestasi, adanya
mediator/penengah setiap ada konflik dalam organisasi, dan prinsip dasar yang
terakhir seorang manajer harus konsisten dalam setiap perkataan dan
tindakannya.
VI.
PENUTUP
Demikianlah
makalah ini, kami sebagai penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan dan kesalahan. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Oleh karena itu kami mohon kritik dan saran dari pembaca. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dan pada khususnya pemakalah sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Engkoswari dan Aan Komariah. 2010 Administrasi Pendidikan. Bandung:
CV Alfabeta,
Fattah, Nanang. 2009. Landasan Manajemen Pendidikan,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Fauzi, Imron. 2012. Manajemen
Pendidikan Islam Ala Rasulullah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hikmat. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: CV Pustaka
Setia.
Qomar, Mujamil. 2007. Manajemen Pendidikan Islam. Malang:
PT. Gelora Aksara Pratama.
Sulistyorini. 2009. Manajemen
Pendidikan Islam: Konsep, Strategi dan Aplikasi. Yogyakarta: Teras.
[2] Sulistyorini, Manajemen
Pendidikan Islam: Konsep, Strategi dan Aplikasi, (Yogyakarta: Teras, 2009),
hlm. 14.
[12] Hikmat, Manajemen
Pendidikan,…hlm. 43-44.
[13] Nanang Fattah,
Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),
hlm. 12.
[14] Engkoswari dan
Aan Komariah, Administrasi Pendidikan, (Bandung: CV Alfabeta, 2010),
hlm. 91.
[15] Imron Fauzi, Manajemen
Pendidikan Islam Ala Rasulullah, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm.
70-72.
[16] Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan
Islam Ala Rasulullah,... hlm. 72-74.
makasih ilmunya :)
BalasHapusTerimkasih membantu referensi saya
BalasHapusijin menyerap ilmunya
BalasHapus